06 | Elaborasi, Pupuk Organik

Tiba pada kesempatan mengelaborasi sisi bisnis, Soedjais berkesimpulan, PT Pusri jika hanya memproduksi pupuk kimia bisa ketinggalan. Pusri harus mulai memasuki produksi pupuk organik yang terbuat dari bahan baku sampah. Sebuah langkah aneh bagi kalangan dunia petrokimia, sesungguhnya. Karena itu jauh-jauh hari ia sudah menyiapkan diri untuk menerima aneka macam kritikan pedas.
Ia menyebutkan, jika Pusri tidak segera memasuki produksi pupuk organik maka orang lainlah yang akan melakukannya lebih dulu. Menurutnya, tanah pertanian Indonesia sudah terlalu banyak memakai pupuk kimia sehingga tidak lagi mempunyai daya dukung kesuburan tanah. Kadar C organik tanah pertanian Indonesia sudah tinggal satu padahal mestinya tiga.
“Jadi, kalau kita sebagai produsen pupuk urea, kimia, tidak merasa bersalah, keliru kita. Untuk itu kita harus memproduksi pupuk organik supaya bisa mengembalikan tingkat kesuburan tanah yang selama ini kita rusak,” jelas Soedjais. Tujuan penggunaan pupuk kimia bagus untuk memproduksi pangan yang berlipat-lipat. Akan tetapi, tegas Soedjais, struktur tanah menjadi rusak dibuatnya. Tanah, jika tanpa dibantu pupuk kimia produksinya turun hingga separuh. Ini membuktikan betapa tanah sudah tidak lagi sehat.
Menurut Soedjais, jika ingin meningkatkan kesuburan tanah idealnya penggunaan pupuk organik pada tahap awal sudah harus mencapai 3 ton/hektar. Namun karena jumlah pupuk organik belum banyak, proporsinya secara kontinyu baru sebatas 500 kg per hektar sehingga masih ditambah pupuk kimia 100 kg per hektar. Jika tanpa pupuk organik, setiap satu hektar tanah dibutuhkan pupuk kimia 250 kg per hektar. Dengan demikian selisih pupuk kimia 150 kg per hektar bisa digunakan untuk membeli pupuk organik.
Ia menyebutkan, idealnya terdapat keseimbangan antara penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kimia harusnya tinggal separuh saja dari penggunaan biasa. Bagi kalangan industri pupuk kimia, terminologi proporsional itu bukan berarti linear harus mengurangi kapasitas produksi mesin pabrik menjadi separuh. Jika gagasan penggunaan pupuk organik berkembang luas maka pupuk kimia akan diarahkan ke tanah-tanah baru yang belum pernah dipupuk. Luasan tanah yang akan dipupuk menjadi semakin melebar. Bukan lagi 11 juta hektar seperti yang ada saat ini, tetapi menjadi 20 juta hektar. Selain itu pupuk berpotensi memasuki pasar ekspor untuk menghasilkan devisa. (Bersambung) ms,crs (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 12)