SOKSI Pencetak Kader Bangsa
Suhardiman
[ENSIKLOPEDI] SOKSI, Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia, sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) pencetak kader bangsa, bukan kader organisasi. Berasas Pancasila yang dalam melaksanakan perjuangannnya berorientasi pada karya dan kekaryaan (doktrin karyawanisme). Bukti sejarah kelahiran dan perjuangannya telah membuktikan peran Ormas ini dalam mencetak kader bangsa yang mencintai bangsa dan negaranya di atas kepentingan golongan.
Hal ini itu juga terpatri dalam asas, tujuan dan tugas SOKSI yang digariskan oleh pendiri dan para pimpinannya dalam anggaran dasar. SOKSI yang didirikan pada 20 Mei 1960 dan menjadi salah satu Ormas pendiri Golongan Karya (disebut Trikarya bersama Kosgoro dan MKGR) itu yang dalam melaksanakan perjuangannnya berorientasi pada karya dan kekaryaan bertujuan:
(1) Mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
(2) Mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
(3) Mengembangkan sistem kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang demokratis, konstitusional dan berdasarkan hukum;
(4) Meningkatkan kualitas manusia Indonesia sebagai manusia Pacasila;
(5) Menegakkan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
(6) Meningkatkan pengabdian bagi masyarakat melalui karya dan kekaryaan untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan lahir dan batin.
Dalam rangka mencapai tujuan itu, oleh pendirinya Prof Dr Suhardiman, SE, menggariskan enam tugas SOKSI.
Pertama, meningkatkan penghayatan, pengamalan dan pembudayaan Pancasila sebagai ideologi nasional dan satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kedua, mendorong dan meningkatkan peranserta anggota dan masyarakat pada umumnya dalam menyukseskan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
Ketiga, meningkatkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi anggota dan masyarakat pada umumnya.
Keempat, mendidik, melatih dan membimbing para anggota dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan integritas dan kualitas diri serta kualitas karya dan kekaryaan.
Kelima, meningkatkan pelaksanaan karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Keenam, mendirikan dan membina wadah pengabdian masyarakat sebagai sarana bagi anggota atau masyarakat pada umumnya, menyalurkan karya serta dharma baktinya sesuai dengan dan kemampuan masing-masing.
Menurut Prof Dr Suhardiman, SE, tokoh utama pendiri SOKSI yang sejak berdiri 1960 sampai 1986 memimpin Dewan Pimpinan Nasional (Depinas) dan sampai saat ini menjabat Ketua Dewan Penasihat, dalam Sejarah kelahiran SOKSI, ada beberapa momentum yang memiliki nilai sangat tinggi, dan sangat menentukan langkah dan strategi perjuangan organisasi.
Dimulai momentum kehidupan politik di tanah air setelah pelaksanaan Pemilihan Umum 1955 – Pemilu yang pertama kali dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Khususnya pada situasi periode 1957 sampai 1965 sangat tidak menguntungkan bagi struktural politik, sosial, budaya dan perekonomian Bangsa Indonesia.
Berbagai gejolak sosial politik yang bersifat kedaerahan seperti PRRI dan PERMESTA, adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses mencari bentuk sistem kehidupan politik, sosial, budaya, dan perekonomian bangsa.
Berbagai keputusan politik yang sangat startegis telah pula dikeluarkan oleh pemerintah Bung Karno pada 1957 sampai 1959, antara lain: Perjuangan pembebasan Irian Barat; Pembatalan Konfrensi Meja Bundar; Ambil alih (nasionalisasi) perusahaan-perusahaan milik Belanda; dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959; Konstituante dibubarkan dan Undang-Undang Dasar 1945 diberlakukan kembali sebagai landasan konstistusional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sistem politik liberal ditinggalkan, dan dimulai sistem politik yang dikenal dengan Demokrasi Terpimpin.
Kemudian, pada 1957, Badan Nasionalisasi (Banas) dibentuk untuk melaksanakan ambil-alih atau nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, dengan Ketua Harian D Suprayogi (Mayjen), dan Suhardiman (Kapten TNI-AD) sebagai sekretaris.
Sebagai Sekretaris Banas, Suhardiman berbekalkan naluri kejuangan dan keyakinan yang kuat serta dari pengamatan, memelajari dan mengkaji permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia selama tiga tahun (1957-1960), maka dari Ide Dasar Manusia Karya sebagai perwujudan dari manusia Indonesia baru disampaikan kepada Ketua Harian Banas, dan sekaligus mengusulkan agar dibentuk Persatuan Karyawan Perusahaan Negara (PKPN). Konsep ini diyakini akan mampu mengimbangi dan menandingi PKI serta seluruh jajarannya.
Tanggal 20 Mei 1960, Ketua Harian Banas menyampaikan ide dasar tentang karyawan, atau Manusia Karya Swadiri (Karyawan Swadiri) yang diusulkan oleh Suhardiman tersebut pada sidang kabinet. Sekaligus dilakukan persiapan pembentukan organisasi PKPN yang kemudian diperingati sebagai hari kelahiran SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia).
Kehadiran organisasi PKPN dengan cepat menyebar ke perusahaan-perusahaan negara di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini sekaligus telah menggelisahkan PKI karena mengancam keberadaannya. PKI melakukan protes melalui berbagai media-masa atas kehadiran PKPN.
Untuk menindaklanjuti perkembangan PKPN, maka pada pertengahan 1961 diadakan rapat pleno seluruh pimpinan PKPN, dan menghasilkan keputusan untuk mendirikan Badan Koordinasi Pusat Persatuan Karyawan Perusahaan Negara (BKP-PKPN), dengan Ketua Umum Suhardiman dan Sekretaris Jenderal Adolf Rachman.
Kemudian, 21 September 1962, Musyawarah Kerja Nasional I BKP-PKPN yang diselenggarakan di Palembang, khususnya komisi organisasi tidak berhasil memutuskan apa nama yang tepat bagi organisasi ke depan, karena nama BKP-PKPN dianggap tidak mencerminkan ciri, dan misi yang jelas. Sebagai Ketua Umum BKP-PKPN, Suhardiman mengusulkan nama SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia). Mukernas I BKP-PKPN menerima usul tersebut, dan bersepakat nama BKP-PKPN diganti menjadi SOKSI sebagai nama sekaligus jati diri bagi perjuangan karyawan Indonesia.
Kata sosialis mengandung pengertian Sosialisme Pancasila yang bercirikan manusia karya yang mandiri dan sejahtera.
Bulan berikutnya, tepatnya 17-22 Desember 1962, Musyawarah Besar (Mubes) I BKP-PKPN, atau disebut juga sebagai MUBES I SOKSI di Gelora Bung Karno, Jakarta, menghasilkan legitimasi bagi keberadaan organisasi SOKSI secara nasional. Amanat Presiden Soekarno pada Mubes I SOKSI itu secara politis benar-benar telah memberikan arti khusus dan legalitas bagi keberadaan BKP-PKPN sebagai embrio SOKSI secara nasional.
Musyawarah Besar I BKP-PKPN, itu menetapkan keputusan strategis: (1) Penetapan Nama Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia (SOKSI), sebagai pengganti Badan Koordinasi Pusat Persatuan Karyawan Perusahaan Negara (BKPPKPN); (2) Restu Bung Karno terhadap keberadaan dan misi SOKSI; (3) Strategi Bung Karno terhadap keberadaan dan misi SOKSI; (4). Memilih dan menetapkan Suhardiman sebagai Ketua Umum dan sekaligus Kuasa Penuh Nasional (Kupenas) SOKSI; (5) Perluasan basis SOKSI yang menjangkau seluruh sektor kehidupan di seluruh wilayah Indonesia, yakni pemuda, pelajar, mahasiswa, cendikiawan, buruh, tani, wanita dan seterusnya.
Sejak 1962 tersebut, berbagai organisasi sayap dibentuk pula oleh SOKSI dengan mengambil nama “kontra” underbownya PKI seperti LEKRI vs LEKRA, GERWASI vs GERWANI, RTI vs BTI, PELMASI, dstnya.
Kemudian, 23 Maret 1963, dilahirkan Doktrin Perjuangan SOKSI yaitu, Karyawanisme sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya dalam melaksanakan perjuangan SOKSI. Semula disebut Manifesto Karyawan, dan pada 1968 menjadi Doktrin Karyawanisme.
SOKSI bukan lahir sebagai organisasi kekuatan sosial politik, tetapi sebagai organisasi kemasyarakatan yang berorientasi pada karya dan kekaryaan. Sebagai organisasi perjuangan dan gerakan yang memiliki wawasan ideologi, dan misi politik berupa Lima Komitmen Strategis.
Komitmen-komitmen tersebut adalah bersifat abadi, dan senantiasa melahirkan ide, fikiran, gagasan dan konsep baru demi terwujudnya pemahaman terhadap pola dan sistem kehidupan masyarakat, bangsa dan negara di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Arah dan tujuannya adalah Masyarakat Sosialis Pancasila, atau masyarakat sejahtera lahiriyah dan bathiniyah.
Inilah hakekat jati diri SOKSI yang tak pernah tergoyahkan oleh rintangan dan tantangan yang menghadang. Bahwa dengan Ide Dasar Manusia Karya Swadiri, dan jati diri SOKSI inilah yang mewarnai Doktrin Perjuangan Karyawanisme sebagai pengaman dan pengamalan Pancasila. Bahwa sejak awal kelahirannya di tahun 60-an, SOKSI telah berjuang habis-habisan melawan Partai Komunis Indonesia dengan ideologi komunisnya sampai terkuburnya Partai Komunis Indonesia setelah pemberontakan G 30 S/PKI, gagal tahun 1965.
Meskipun Partai Komunis Indonesia dengan mantel-mantel organisasnya telah dibubarkan dan ajaran komunis (Marxisme-Leninisme) dilarang, namun SOKSI senantiasa tetap waspada terhadap bahaya laten sisa-sisa G 30 S/PKI.
SOKSI merupakan salah satu organisasi cikal bakal yang turut membidani kelahiran Golongan Karya (Golkar) pada 1964, dan terus memberikan dukungannya untuk perkembangan dan pertumbuhan Golkar sebagai organisasi kekuatan sosial politik yang semakin mandiri, dan berakar di tengah-tengah masyarakat. mti/tsl