Pemberdaya Masyarakat Tertinggal

[ Sinis Munandar ]
 
0
254
Sunis Munandar
Sunis Munandar | Tokoh.ID

[DIREKTORI] DR Sinis Munandar, MS merupakan salah satu dari segelintir manusia Indonesia yang memiliki komitmen tinggi terhadap nasib masyarakat tertinggal. Begitu ia pensiun sebagai pegawai negeri dengan jabatan terakhir Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian, Sinis Munandar tidak lantas berdiam diri. Ia justru berupaya mewujudkan obsesinya yang sudah lama terpendam, yakni membantu pemecahan masalah masyarakat tertinggal di tanah air.

Bersama Ir Wardojo (mantan Menteri Pertanian dan Dr Ir H Ade Djuhara, seorang pakar pertanian, ia pun menggagas pendirian Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Tertinggal Indonesia (YPMTI).

Yayasan ini didirikan tanggal 13 Juli 2004 berdasarkan akte notaris Widyatmoko SH dengan ketua umumnya Dr. Sinis Munandar, MS. Sementara kedua tokoh pendiri lainnya, Ir Wardojo dan Dr.Ir. H. Ade Djuhara duduk sebagai Pembina. Yayasan ini berkedudukan di Jakarta, tepatnya di Jln. Rawa Bambu no 13 di bilangan Pasar Minggu. Sinis Munandar tampaknya tak ikut-ikutan mempercayai tahyul yang sering merujuk angka 13 sebagai angka sial. Selain tanggal pendirian yayasannya, alamat kantor yayasan pun melibatkan angka 13.

Dalam pemahaman Sinis Munandar, konotasi masyarakat tertinggal identik dengan masyarakat “marjinal”. Merujuk kepada kelompok masyarakat yang hidup dalam lilitan dan lingkaran kemiskinan. Atau mereka yang secara ekonomis berada jauh di bawah standar hidup rata-rata penduduk kita. Termasuk dalam kelompok ini mereka yang terpinggirkan atau anggota masyarakat yang samasekali belum tersentuh oleh hiruk pikuk pembangunan.

Kenapa bukan istilah “miskin” atau “kemiskinan” ? Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Miskin Indonesia, misalnya, kan lebih lugas dan tegas.

Ah, nanti ditafsirkan macam-macam atau dianggap memperuncing gap “si kaya dan si miskin”, katanya. Menurut Sinis Munandar, pengertian “tertinggal”, justru jauh lebih luas karena mencakup rendahnya pendapatan, rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya tingkat kesehatan.

Sinis Munandar juga menampik jika yayasannya dihubung-hubungkan dengan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. “Kebetulan saja menggunakan istilah yang sama. Bahkan pembentukan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal lebih belakangan dibandingkan dengan berdirinya yayasan kami,” ujarnya sambil menahan senyum.

Mantan staf ahli menteri pertanian ini lebih jauh mengemukakan bahwa YPMTI merupakan organisasi sosial, kemanusiaan dan keagamaan serta tidak berafiliasi kepada salah satu organisasi sosial-politik. Visinya untuk membantu terwujudnya masyarakat Indonesia yang makmur sejahtera. Untuk itu, yayasan siap menjalin kemitraan dan kerjasama dengan semua pihak. Baik pemerintah, swasta, LSM dan kelompok masyarakat lainnya guna bahu-membahu mempercepat peningkatan martabat masyarakat tertinggal, mengentaskan mereka dari himpitan kemiskinan,rendahnya pendidikan dan rendahnya tingkat kesehatan, ujar Sinis Munandar dalam wawancara khusus dengan “Tokoh Indonesia” di Jakarta baru – baru ini.

Harus Diprioritaskan
Ia mengingatkan agar masalah yang satu ini jangan menjadi sekedar jargon dan retorika politik. Atau sekedar bahan wacana, atau topik seminar dengan kesimpulan yang hanya indah di atas kertas. Masalah masyarakat tertinggal harus mendapat prioritas dalam pembangunan sekarang dan harus diwujudkan dengan program yang jelas dan konkrit, katanya.

Departemen Pertanian yang menjadi ladang pengabdiannya selama 30 tahun lebih membuat Sinis Munandar tidak asing dengan kondisi dan gambaran masyarakat tertinggal tersebut. Kiprahnya sebagai pegawai maupun unsur pimpinan di Direktorat Perluasan Areal (waktu itu ganti nama menjadi Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan) memungkinkannya menggeluti masalah pengembangan, dan perluasan lahan atau sebagai pemimpin proyek yang terkait dengan pembukaan lahan pertanian. Berbagai posisi tersebut sekaligus mendorongnya untuk lebih sering turun ke lapangan, khususnya ke kawasan tertinggal di wilayah timur Indonesia, seperti Kalimantan dan Sulawesi. Pada kesempatan itulah ia melihat sendiri kehidupan para petani kita yang umumnya masih jauh tertinggal dibanding saudara-saudaranya di tanah air.

Advertisement

Sinis Munandar menunjuk pada terbatasnya tingkat pendidikan (untuk tidak menyebut kebodohan), minimnya tingkat penghasilan dan rendahnya tingkat kesehatan sebagai penyebab utama kemiskinan di tanah air. Petani gurem, petani penggarap dan buruh tani yang berjumlah jutaaan itu termasuk dalam kategori ini, ia menandaskan.

Sinis Munandar yang meraih gelar doktor bidang perencanaan pembangunan wilayah dan pedesaan dari Fak. Pascasarjana IPB itu menunjuk judul “head line” sebuah harian nasional terbitan 8 Desember 2006. Isinya memang sangat mengerikan, yakni prediksi seputar jumlah penduduk miskin di Tanah Air yang terus meningkat. Bahkan berpotensi untuk mencapai separuh dari total jumlah penduduk kita yang kini sekitar 220 juta jiwa itu.

Menurutnya, kenyataan ini sangat ironis dikaitkan dengan predikat Indonesia yang merupakan salah satu negara agraris yang cukup diperhitungkan. Negeri yang terkenal kaya dengan potensi dan sumber daya alamnya, termasuk potensi pertaniannya, tapi sebagian rakyatnya masih hidup miskin. Negara agraris yang sampai saat ini masih harus mengimpor bahan pangan seperti beras, jagung, dan kedelai dalam jumlah besar.

“Kita ini ibarat tikus mati kelaparan di lumbung padi,” ujarnya sambil menahan geram. Untuk itu, Deptan sebagai gantungan dan harapan banyak orang, kebijakannya harus jelas, ia mengingatkan.

Dalam soal kedelai misalnya, menurut Sinis Munandar, sebenarnya bukanlah soal yang terlalu rumit. Tak perlu menunggu 10 tahun, tapi cukup 2,5 tahun. Kita hanya membutuhkan tambahan lahan 600 ribu ha dan itu banyak tersedia di luar Jawa. Prov. Jambi misalnya masih sangat potensial dan pernah mencatat produktivitas rata-rata 2,4 ton/ha.

Dengan tambahan areal tanam tersebutdan produktivitas 1,5 ton/ha saja secara nasional, urusan kedelai ini pasti beres, kata Sinis optimis.

Melibatkan 24 Orang Pakar
Sinis Munandar mengakui bahwa melalui yayasan ia akan lebih leluasa berbuat konkrit bagi masyarakat tertinggal dibanding semasih jadi pejabat. Pengkajian, pendampingan, advokasi serta penyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dalam berbagai bidang keahlian merupakan sebagian dari kegiatan yang digeluti oleh yayasan. Termasuk mendorong tumbuhnya berbagai kelompok usaha dan munculnya kader tenaga inti penggerak pembangunan. Untuk itu, tenaga SDM yang dilibatkan dalam yayasan ini juga rata-rata telah memiliki reputasi tinggi di bidangnya masing-masing. Sedikitnya 24 orang pakar yang sebagian besar berlatar belakang disiplin sosial-ekonomi pertanian kini bahu-membahu melaksanakan visi dan misi yayasan tersebut.

Pemberdayaan petani kecil dengan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya Pemda termasuk program yang telah dirintis oleh yayasan yang kini telah memiliki perwakilan di 20 wilayah propinsi itu. Termasuk di dalamnya rencana pengembangan pilot project Agropolitan di 50 kabupaten antara lain di Kab. Cianjur dan Pemalang. Serta rencana pengembangan usahatani sayur-sayuran di kawasan Teluk Naga, kawasan Bandara Sukarno-Hatta melalui kerjasama dengan Pemda DKI dan Provinsi Banten, juga dengan pola agropolitan tersebut.

Sinis Munandar yang beristerikan Irawati dan dikaruniai dua orang anak itu dikenal ramah di lingkungannya. Ia juga termasuk sosok pimpinan yang sangat humanis. Membantu orang lain terlebih anak buahnya tampaknya sudah menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Sikap ini dilakoninya di manapun ia bertugas. Karena itu, seperti diungkapkan sejumlah bekas anak buahnya, mutasi bagi Sinis Munandar merupakan saat-saat yang amat memilukan bagi para staf karena harus berpisah dengan sosok pimpinan yang benar-benar merakyat dan humanis.

Sinis Munandar yang lahir di Comal, Jateng pada 8 April 1944 itu memulai karier pegawai negerinya di Departemen Pertanian dengan menjadi pegawai bulanan tahun 1967. Kepala Urusan Pupuk, Kepala Seksi Konservasi Tanah, Kasubdit Pengembangan Lahan, Direktur Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan, staf ahli Menteri Pertanian bidang Alsintan dan Tenaga kerja hinggga diakhiri dengan jabatan sebagai Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian di tahun 2004. Dengan masa bakti sekitar 36 tahun, dan tak pernah mendapat cela, Sinis Munandar dikenal sebagai sosok yang irit bicara dan pekerja keras. Namun ia juga memiliki “sense of humor” yang tinggi dan murah senyum.

PLG Sejuta Ha
Salah satu momen paling “krusial” dalam perjalanan kariernya adalah saat ia menjabat Direktur Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan di Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan (kini Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan). Ketika itu, Presiden Soeharto mencanangkan pengembangan Lahan Gambut Sejuta Ha di Kalteng, yang banyak mengundang kontroversi. Dengan jabatan tersebut, Sinis Munandar termasuk pejabat yang paling bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek tersebut di samping Dirjen Tanaman Pangan dan Mentan sendiri.

Ia mengakui bahwa proyek lahan gambut sejuta hektar sempat telantar. Tapi kegagalan ini terutama disebabkan oleh persepsi masyarakat yang mengira bahwa kondisi lahan yang akan dikembangkan berupa lahan alluvial seperti yang banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Mengendalikan tingkat keasaman dan lapisan pirit lahan gambut sudah menjadi tantangan tersendiri dan ini paling tidak membutuhkan empat tahun. Pengalaman China membuka lahan gambut seluas 2 juta ha butuh waktu sampai 18 tahun. Itupun sudah mengerahkan ratus ribuan tentara, katanya.

Sinis Munandar mengakui bahwa kurangnya sosialisasi atas tingkat kesulitan dan kendala teknis di seputar proyek ini menjadi salah satu penyebab kemandekannya. Namun, pertimbangan yang mendasarinya yakni pentingnya kawasan pertanian yang baru yang menjadi penyangga produksi bahan pangan di Indonesia, tetap bisa dipertanggungjawabkan. “Buktinya, proyek ini dihidupkan lagi oleh pemerintah yang sekarang,” ujarnya.

Selain dalam pengembangan lahan dan pencetakan sawah baru, goresan kebijakannya yang cukup monumental juga terlihat di lingkungan Badan Pengembangan SDM Pertanian. Di masa kepemimpinannya status Akademi Penyuluhan Pertanian naik kelas menjadi Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. Sekolah Tinggi ini kini 6 buah dan tersebar di Medan, Bogor, Yogyakarta dan Magelang, Malang, Makasar dan Manokwari. Sementara itu, masih di era Sinis Munandar, sejumlah balai pendidikan dan pelatihan di berbagai daerah juga berhasil ditingkatkan statusnya dari unit kerja eselon III menjadi unit kerja setingkat eselon II.

Peningkatan status unit kerja ini tentu akan menaikkan profesionalismegengsi lembaga pendidikan dan pelatihan sekaligus membuka peluang pengembangan karier pegawai. Dengan demikian, semangat bekerja dan berkarya otomatis juga akan dipacu, ujar doktor lulusan Fak. Pascasarjana IPB itu. e-ti/tumpal siburian

Data Singkat
Sunis Munandar, Ketua Umum Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Tertinggal Indonesia (YPMTI) / Pemberdaya Masyarakat Tertinggal | Direktori | IPB, pertanian, Sespanas, MKGR, GMNI

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here