Pangkopkamtib Paling Tegas

[ Sudomo ]
 
0
337
Sudomo
Sudomo | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Laksamana TNI (Purn) Sudomo seorang pemimpin kontroversial. Dia Pangkopkamtib paling tegas dan berwibawa. Dia tidak ragu mengambil tindakan keras, namun dia secara pribadi juga bersahabat dengan siapa pun. Dia pejabat penting masa Orde Baru yang tidak pernah diragukan kesetiaannya oleh Presiden Soeharto.

Mantan Pangkopkamtib (1978-1983), Menko Polkam (1988-1993) dan Ketua DPA (1993-1998)Laksamana TNI (Purn) Sudomo, itu meninggal dunia di Jakarta, Rabu, 18 April 2012 sekitar pukul 10.15 WIB, setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta.

Mantan Menteri Tenaga Kerja tersebut mengalami stroke berat, sehingga pembuluh darah di otak pecah yang membuat kondisinya semakin lemah. Sehingga sejak Sabtu malam (14/4/2012), dia sudah tidak sadarkan diri.

Pria kelahiran 20 September 1926 di Malang, Jawa Timur itu meninggal dunia pada usia 86 tahun. Dia pernah menjabat Kepala Staf TNI AL periode 1969–1973 dan Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) selama 1978–1983. Dia dikenal mampu menangani berbagai kemelut keamanan dalam negeri.

Sudomo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata hari ini pukul 09.00 WIB. Wakil Presiden Boediono menjadi inspektur upacara pada pemakaman tersebut.

**

Menemukan Hidup Kembali

Mantan Pangkopkamtib di era Soeharto ini mengaku di usia tuanya merasa terlahir kembali atau justru menemukan hidupnya kembali. Dia merasa lebih tenang dan khusyuk. ”Kalau orang lain berkata hidup dimulai umur 40 tahun, saya justru mulai umur 75 tahun,” kata Sudomo. Dia yang pernah murtad, kembali lagi pada keyakinannya semula.

Mantan Pangkopkamtib di era Soeharto ini mengaku di usia tuanya merasa terlahir kembali atau justru menemukan hidupnya kembali. Dia merasa lebih tenang dan khusyuk. ”Kalau orang lain berkata hidup dimulai umur 40 tahun, saya justru mulai umur 75 tahun,” kata Sudomo. Dia yang pernah murtad, kembali lagi pada keyakinannya semula.

Bukan tanpa alasan bila penggemar olahraga golf ini berkata demikian. Dia mengaku hampir sebagian besar usianya dilalui dengan gundah dan gelisah. Salah satu penyebabnya karena sosok yang menghabiskan sebagian besar umurnya – 53 tahun di pemerintahan dengan berbagai jabatan -sebagai umaro ini pernah murtad. Itu semua menjadi penyebab jauhnya ketenangan dari hidupnya.

”Terus terang saja dan bukan rahasia umum, saya dulu kan murtad,” kata Sudomo sambil tertawa. ”Dan celakanya semua itu saya lakukan tanpa pikir panjang dan memberi tahu orang tua,” lanjutnya saat ditemui di kediamannya yang sejuk di Pondok Indah, Jakarta, beberapa waktu lalu. Wajahnya berubah serius.

Seiring waktu, Sudomo pun merindukan ketenangan hati dan kembali pada keyakinannya semula. ”Kasih sayang Allah pada hamba-Nya lebih luas daripada murka-Nya.” Sudomo merasakan betul makna ayat itu. Waktu membawanya ke kota kelahirannya, Malang. Saat itu, bertepatan 22 Agustus 1997, ia melihat Masjid Al Huda di kompleks Kostrad Malang. Hatinya tersentuh. Diapun memutuskan untuk kembali.

Advertisement

”Itu peristiwa luar biasa. Nama masjid itu sendiri berarti petunjuk. Dan di situ saya mendapat petunjuk. Mungkin ini hikmah dari doa orang tua saya yang selalu berdoa agar saya kembali,” kenang Sudomo yang tampak lebih gemuk. Ia baru saja keliling Eropa sebulan penuh.

Peristiwa itu laiknya sebuah kelahiran bagi dirinya dan anugerah yang luar biasa dari Yang di Atas. ”Saya sangat senang diberi kesempatan bertobat. Bayangkan kalau saya meninggal sebelum bertobat bisa-bisa masuk neraka saya,” ujarnya.

Sebagai rasa syukur, tahun itu juga Sudomo menunaikan umrah pertamanya. Ibadah haji dia lakukan tahun berikutnya. Sampai sekarang sudah lima kali ia berumrah. Ia mengaku punya pengalaman aneh saat menjadi tamu Allah. Peristiwa tersebut dialami saat menunaikan ibadah haji 1998 dan 2002. Ketika tawaf Sudomo ingin berada sedekat mungkin dekat Ka’bah. Ia pun berdoa dan membaca Asmaul Husna. Tiba-tiba ia merasa Ka’bah sangat dekat dengan dirinya.

”Barisan orang yang sedang tawaf seperti terbuka begitu saja sampai-sampai ustadz saya mengikuti dari belakang mendekati Ka’bah. Alhamdulillah,” kata Sudomo mengenang kejadian itu. ”Doa di sana memang sangat mustajab,” lanjut Sudomo.

Setelah semua yang dilalui, Sudomo yang tetap rutin menyelam tiga bulan sekali, mengaku lebih tenang dan bahagia. Shalat lima waktu pun selalu tepat waktu dijalankan. Ia melakukan shalat Shubuh di Masjid Al Ihsan Kebayoran Baru tiap hari. Di situ ia berjumpa guru spiritualnya Mawardi Labai.

Tentang hobi menyelamnya itu Sudomo mengaku membawanya semakin dekat dengan Allah. ”Saat kita di bawah, bersama dengan ikan warna-warni dan gugusan karang serta sinar matahari yang menembus ke bawah, Allah terasa semakin dekat,” katanya puitis.

Sebagian besar waktunya praktis digunakan untuk mempelajari dan mendalami agama, beribadah, beramal, serta sesekali berdakwah untuk kalangan terbatas. Sebuah yayasan, Husnul Khotimah ia bangun pada 1998 untuk mewadahi semua kegiatan. Sebuah desa kecil di Bogor, Cijayanti, menjadi ladang persemaian pertobatannya.

Dengan selera humor yang tak pernah kering, Sudomo mengatakan bahwa apa yang ia lakukan kini tak lebih dari sebuah penanaman modal akhirat atau PMA. Semua kegiatan itu, menurutnya memberikan kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan materi yang belum pernah didapat sebelumnya.

Terakhir, yang ingin dilakukan adalah menjadi ustadz. Saat ini apa yang dilakukan baru membawa dirinya seorang ‘ulama’ kependekan dari usia lanjut makin agresif. Dia mengatakan harus agresif dalam amal dan ibadah.

Manajemen Mutu

Sudomo selaku Ketua Umum Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia, “setelah pencanangan Konvensi Mutu Indonesia pada November 1991 tidak ada lagi kegiatan yang menyangkut mutu di Indonesia”, padahal ada dua departemen yang bertugas tentang itu, yaitu Departemen Perindustrian dan Tenaga Kerja. Namun kenyataannya yang aktif hanya Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia. Atas hal demikian, Sudomo sangat menyayangkannya dan mengatakan, “padahal saat sekarang kita harus segera beradaptasi dengan akselarasi perubahan yang terjadi di dunia persaingan era globalisasi”.

Menurut Sudomo, “saat ini kita memerlukan pemimpin negara yang memiliki ciri Good Governance, memiliki manajerial skill, panutan masyarakat banyak dan ambeg paramaarta”. Sehingga dengan demikian menurutnya, Negara kita akan lebih cepat dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di dunia ini. Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com

Data Singkat
Sudomo, Pangkopkamtib, Menkopolkam dan Ketua DPA / Pangkopkamtib Paling Tegas | Ensiklopedi | TNI AL, Menkopolkam, Pangkopkamtib, Ketua DPA, Menaker

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here