04 Strategi Trilogi Pembangunan
Trilogi Pembangunan — Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan — adalah strategi pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Pak Harto.
Pak Harto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai strategi untuk tinggal landas menuju masyara-kat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi (kue nasional) dilakukan pemerataan.
Stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Menurut H. Probosutedjo, untuk menciptakan stabilitas nasional, Pak Harto harus mendapat dukungan militer. Inilah yang belakangan disalah mengerti oleh beberapa pihak. Hal mana dengan strategi stabilitas nasional itu, Pak Harto dituding otoriter bahkan diktatur. Padahal tujuan stabilitas nasional itu hanyalah semata-mata untuk menciptakan situasi yang kondusif melaksanakan pembangunan nasional.
Hanya saja, Pak Probo juga menyayangkan pihak ABRI dan para pembantu Pak Harto, kurang memberi penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada rakyat. Termasuk menjelaskan masuknya investor asing diperlukan untuk mendukung perputaran roda ekonomi. Mereka bukan untuk menguasai ekonomi Indonesia, tetapi menciptakan lapangan kerja.
“Kesalahannya, para pembantu Pak Harto tidak mau menjelaskan,” kata Pak Probo kepada TokohIndonesia. Sehingga beberapa pihak itu kurang memahami strategi pembangunan yang diletakkan oleh Pak Harto.
Pak Probo sendiri sering menanyakan kepada Pak Harto perihal jatah kursi ABRI di DPR dan MPR. Saat itu dijawab oleh Pak Harto, tujuannya tiada lain untuk menjaga keutuhan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, untuk mengamankan jalannya pembangunan. Pak Harto benar-benar memelajari sejarah bangsa-bangsa terjajah, bahwa negara-negara terkebelakang akibat penjajahan, jika tidak dipimpin dengan cara yang terarah dan terkendali, tidak mungkin bisa maju. Tujuannya untuk mengentas kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan.
Pak Probo memberi contoh, negara yang tidak maju-maju, misalnya, Filipina, India, Pakistan dan Bangladesh. Tetapi negara yang terkendali dan terarah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Contoh yang paling mencolok RRC, sekarang ekonomi tumbuh pesat, tentu tujuannya mensejahterakan rakyatnya yang sudah berjumlah lebih kurang 1,3 miliar jiwa.
Bukan Proyek Mercusuar
Dalam hal melaksanakan pembangunan, dengan strategi Trilogi Pembangunannya, Pak Harto tidak menghendaki proyek mercusuar. Melainkan proyek yang langsung menyentuh kepentingan rakyat dan kepentingan bangsa.
“Pak Harto selalu teringat akan beratnya penderitaan rakyat. Rakyat yang selalu berkorban sejak masa merebut, membela dan menegakkan kemerdekaan,” kata Pak Probo. Tekad untuk mengentas kemiskinan bukan hanya basa-basi, tetapi dilaksanakan sungguh-sungguh dan diwujudkan secara nyata.
Pak Harto sangat menyadari bahwa mengangkat harkat dan martabat bangsa hanya dapat dilakukan dengan pembangunan menyeluruh yang berjangka panjang dan bertahap-tahap, Pembangunan Lima Tahun yang dipandu oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pelita demi Pelita dijabarkan setiap tahun di dalam APBN yang dibahas dan disetujui oleh DPR.
Pelita pertama dimulai 1 April 1969. Penting menciptakan dulu kue pembangunan agar ada yang bisa dibagi-bagikan kepada rakyat. Karena itu pemerintahan Pak Harto mendahulukan pertumbuhan ekonomi karena kondisi negara yang masih miskin. Karena pemerintah lama tidak mewariskan program pembangunan yang terencana dan teratur. Kalau belum ada pembangunan tentu tidak mungkin dilakukan pemerataan.
Mantan Wakil Presiden Bung Hatta (Almarhum), saat itu menyarankan kepada Pak Harto agar dilakukan pembangunan dulu. Baru sesudah itu dilakukan pemerataan. “Ibarat orang membikin kue, kuenya dibikin dulu, sudah jadi kue baru dibagi,” Pak Probo menjelaskan strategi Trilogi Pembangunan yang diterapkan Pak Harto.
Pada masa-masa awal memang stabilitas nasional menempati urutan pertama karena kondisi keamanan dan politik saat itu. Tetapi di dalam penerapan selanjutnya, pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas pertama, disusul pemertaan dan pemantapan stabilitas.
Pemulihan ekonomi
Seperti dituturkan Pak Probo, di awal pemerintahannya, Pak Harto sudah menyadari bahwa pembangunan tak mungkin dimulai tanpa diawali pemulihan ekonomi. Laju inflasi (600%) yang parah dan tidak terkendali harus dihentikan. Lembaga-lembaga ekonomi yang tidak berfungsi harus ditata kembali. Juga dikembangkan iklim yang mendukung kegiatan usaha dan investasi, agar roda ekonomi dapat berputar.
Langkah pertama, melaksanakan program stabilisasi menyeluruh. Di bidang keuangan negara, pemerintah menerapkan sistem anggaran pendapatan dan belanja yang berimbang. Di bidang moneter, jumlah uang yang beredar dikendalikan dengan cermat dengan tingkat suku bunga deposito yang menarik agar masyarakat menyimpan uang mereka di bank. Ini diperlukan untuk akumulasi modal bagi kegiatan usaha. Sistem kurs devisa disederhanakan untuk merangsang ekspor dan melancarkan impor.
Sedangkan di sektor riil diambil langkah-langkah mendasar. Impor bahan baku dan suku cadang diprioritaskan agar pabrik-pabrik dapat segera meningkatkan produksinya. Persediaan kebutuhan pokok rakyat, khususnya beras, mendapat prioritas tinggi. Berbagai langkah tersebut mampu mengendalikan inflasi, dan roda ekonomi mulai bergerak kembali. Pak Harto mengakui ini memang tidak mudah, tetapi harus dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pak Harto memahami, selain belajar dari pengalaman sendiri juga perlu belajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain. Karena fakta menunjukkan, ketidakstabilan ekonomi yang berlarut-larut dapat menghambat, bahkan meniadakan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai.
Bisa dilihat bagaimana ekonomi sebuah negara mundur bahkan hancur karena membiarkan ketidakstabilan ekonomi lepas kendali. Sebaliknya, negara-negara yang ekonominya stabil, mata uangnya kuat karena melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter secara disiplin, ekonomi dan teknologinya maju pesat.
Secara berkesinambungan dan berkelanjutan dilakukan dereguasi dan debirokratisasi. Mulai dekade 1970-an sampai 1990-an, Pak Harto melakukan deregulasi dan debirokratisasi secara berkelanjutan. Langkah ini dimaksudkan untuk mendukung, bukan untuk menghambat pembangunan.
Prioritaskan Pertanian
Sebagai anak yang tumbuh dan besar di desa, Pak Harto sangat memahami sulitnya kehidupan keluarga petani. Terbatasnya lahan, rendahnya tingkat produksi, membuat kehidupan mayoritas petani jauh dari sejahtera. Melihat kondisi ini—dan juga sebagai “balas budi” kepada para petani yang ikut berkorban dalam perang merebut dan mempertahankan kemer-dekaan—Pak Harto mem-prioritaskan pembangunan sektor pertanian. Secara strategis sektor ini juga menjadi kunci bagi pemenuh-an kebutuhan pangan rakyat, sekaligus merupakan sumber kehidupan sebagian besar rakyat.
Sektor pertanian yang tangguh akan mendukung pembangunan di sektor-sektor lain. Berbagai prasarana untuk menunjang pembangunan sektor pertanian segera disiapkan. Misalnya, pembangunan irigasi dan perhubungan, juga para petani dilatih tentang metode pertanian maju sehingga mereka bisa meningkatkan produksi.
Teknologi pertanian diperkenalkan dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Penyediaan sarana penunjang, seperti pupuk, diamankan dengan membangun pabrik-pabrik pupuk. Para petani dimodali dengan kemudahan memperoleh kredit bank. Pemasaran hasil panen mereka dijamin dengan kebijakan harga dasar dan pengadaan pangan.
Soal peningkatan produksi pertanian, khususnya beras, Pak Probo punya kenangan menarik. Sekitar tahun 1973-1974, pemerintahan Pak Harto mengembangkan tanaman padi unggul PB-5 yang produksinya tinggi. Suatu ketika Pak Probo berkunjung ke kediaman Pak Harto di Jl. Cendana, dan mereka makan bersama. “Nah, saat makan saya cerita mengenai beras. Sekarang, harga beras naik,” kata Pak Probo.
Pak Harto mendengar ini dengan sedikit heran bertanya :”Ah, masa’ beras kan sudah dikendalikan. Sekarang produksi padi sudah meningkat, masa’ naik.”
“Iya mas, barusan saya beli beras Cianjur, ada kenaikan harga,” jawab Pak Probo.
Pak Harto menukas: “Salahnya, kenapa kamu makan beras Cianjur, kan dianjurkan makan PB-5. Kamu harus beri contoh makan PB-5.”
Kisah ini menunjukkan konsistensi Pak Harto dalam usahanya meningkatkan produksi beras, dan menganjurkan keluarganya untuk memberi contoh.
Strategi yang mendahulukan pembangunan sektor pertanian, membuahkan hasil: tercapainya swasembada beras, dan meratanya hasil-hasil pembangunan sehingga semakin berkurang rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Tahun 1984, Indonesia mencapai swasembada beras. Ini sebuah titik balik, karena tahun 1970-an, Indonesia dikenal sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Bersamaan dengan itu, tercipta lapangan kerja dan sumber mata pencaharian bagi jutaan petani, sekaligus memperkuat ketahanan nasional di bidang ekonomi, khususnya pangan. Kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat lainnya, seperti perbaikan gizi, pelayanan kesehatan, KB, pendidikan dasar, air bersih dan perumahan, disediakan secara merata. Juga dilancarkan program-program Inpres Desa Tertinggal, Keluarga Sejahtera, dan makanan tambahan bagi murid-murid sekolah di desa-desa tertinggal.
Program tersebut berhasil menurunkan secara tajam jumlah penduduk miskin. Dari 70 juta jiwa atau 60 persen dari jumlah penduduk di era 1970-an menjadi 26 juta atau hanya 14 persen, pada tahun 1990-an. Suryo Pranoto-Sahbudin Hamzah,Majalah Tokoh Indonesia No.24