06 Disegani dalam Percaturan Diplomasi Dunia
Presidn Soeharto, pemimpin yang disegani dalam percaturan diplomasi dunia. Bahkan dia tempat bertanya bagi sebagian pemimpin negara, terutama Asean. Di dalam membangun hubungan dengan bangsa-bangsa lain, Pak Harto secara konsekuen menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Pak Harto tidak ingin memihak kepada salah satu kekuatan besar dunia yang saling berhadapan. Atas konsis-tensi sikapnya itu, Pak Harto pun dipilih menjadi Ketua Gerakan Non-Blok (GNB).
Perang dingin antara dua kekuatan adidaya (super power) berlangsung tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua sampai runtuhnya komunis tahun 1990-an. Dunia terbagi dalam dua kekuatan, yaitu blok Barat dan Timur, blok antara negara-negara liberal dan komunis.
September 1985, Pak Harto melakukan muhibah ke Turki, Romania dan Hongaria setelah melakukan kunjungan serupa ke sejumlah negara Eropa Barat, Australia, negara-negara Asia dan Timur Tengah, dan tiga kali ke Amerika Serikat. Turki merupakan negara demokrasi dan sekuler. Sedangkan Rumania, keluar tidak sepenuhnya mengikuti garis Moskow (Uni Sovyet), tetapi ke dalam sangat sentralistik (sosialis). Sementara Hongaria lebih liberal ke dalam, tetapi keluar mengikuti garis Moskow.
Setelah melakukan lawatan ke ketiga negara tersebut, Pak Harto semakin meyakini Pancasila, baik sebagai dasar negara, ideologi maupun pandangan hidup bangsa Indonesia. Karena Pancasila menyelaraskan pengembangan individu dan kebersamaan.
Dalam berbagai kesempatan, termasuk di depan Sidang Majelis Umum PBB di New York, Pak Harto selalu mengedepankan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, karena dinilainya paling tepat untuk menjaga kemandirian dan kemerdekaan nasional secara terhormat. Juga untuk memberikan sumbangan bagi perdamaian, kestabilan dan keadilan dunia.
Kebijakan politik luar negeri tersebut memberi jalan untuk membangun kerjasama aktif dengan negara-negara di dunia yang benar-benar cinta damai, mengatasi bersama persoalan-persoalan di dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia.
Pandangan dan sikap ini tercermin di dalam kebijakan pemerintahannya yang membangun persahabatan yang tulus dan kerjasama yang saling memberi manfaat dengan semua negara, tanpa membedakan sistem poilitik dan sosial yang mereka anut.
Sikap politik yang bebas dan aktif ini mencerminkan konsistensi Pak Harto terhadap amanat UUD 1945. Misalnya, dengan masuknya kembali Indonesia ke dalam PBB, pelopor berdirinya GNB, anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam), OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak), APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik) dan Anggota G-15.
Indonesia juga pelopor pembentukan Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN). Semula ASEAN hanya beranggotakan lima negara, kemudian bertambah menjadi sepuluh negara. Jakarta disepakati sebagai tuan rumah Sekretariat Jenderal ASEAN.
Melalui ASEAN diupayakan terciptanya ketentraman, rasa aman, kemajuan, kesejahteraan dan kebahagian bersama bagi segenap rakyat di kawasan ini. ASEAN menjadi kawasan yang damai, bebas dan netral. Ini menjadi konsensus bersama di antara para anggota.
Dalam kaitan ini, Indonesia mengedepankan konsep wawasan ketahanan nasional. Karena diyakini dengan tercapainya ketahanan nasional di masing-masing anggota ASEAN, maka akan terwujud ketahanan regional. Sejak awal menjadi Presiden, Pak Harto melangkah dengan prinsip-prinsip utama tersebut.
Pak Harto membuktikannya dengan kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB, pembukaan kembali hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura yang putus selama era konfrontasi tahun 1964, dan hubungan diplomatik dengan RRC yang dibekukan menyusul G-30-S/PKI tahun 1965.
Pak Harto, selaku Ketua GNB, selalu memperjuangkan dunia yang adil di berbagai forum internasional. Pak Harto tidak segan-segan mengeritik ketidakadilan sebagai akibat kebijakan negara-negara maju yang mengenyampingkan kepentingan negara-negara miskin dan sedang berkembang. Inilah yang selalu diperjuangkan lewat GNB dan G-15.
Di dalam mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru, Pak Harto terus berupaya meningkatkan kerjasama ekonomi sesama negara berkembang. Kepada para Dubes RI, selalu diingatkan bahwa mereka harus melakukan diplomasi perjuangan sejalan dengan sejarah lahirnya bangsa Indonesia.
Bangun Masjid di Bosnia
Selaku Ketua GNB, Pak Harto melakukan perjalanan bersejarah ke Bosnia yang sedang diamuk perang. Perjalanan ke Sarajevo, ibukota Bosnia Herzegofina, Maret 1995, memang penuh risiko. Namun tekad Pak Harto untuk berkunjung ke Bosnia sudah bulat. Perjalanannya ke Sarajevo setelah menghadiri KTT untuk Pembangunan Sosial di Kopenhagen, Denmark, dan kunjungan balasan ke Kroasia.
Dalam referendum Mei 1991, pasca berakhirnya kekuasaan komunis di negara-negara bekas Yugoslavia, Kroasia dan Bosnia, memutuskan menjadi negara yang merdeka. Indonesia telah membuka hubungan diplomatik dengan kedua negara tersebut. Di Bosnia, Pak Harto meresmikan Masjid M. Soeharto yang dibangun dengan dana bantuan pengusaha Indonesia, H. Probosutedjo.
Tahun 1995, kawasan bekas Yugoslavia ini dilanda perang saudara yang melibatkan pasukan Serbia-Kroasia dan Serbia-Bosnia. Kedua pihak mengerahkan pasukan dan persenjataan berat, termasuk serangan mortir dan artileri besar-besaran. Saat itu perang Balkan sedang menghangat.
Dalam penerbangan ini semua anggota rombongan sesuai ketentuan harus menggunakan rompi anti peluru dan menandatangani pernyataan menanggung segala risiko. Pak Harto melakukannya karena menyerahkan dirinya kepada kekuasaan Allah. Kekhawatiran bagi keamanan perjalanan Presiden RI ke Sarajevo, tidak saja ada di kalangan pejabat Indonesia tetapi juga para staf PBB di Zagreb.
Presiden Soeharto berada di Sarajevo sekitar dua jam dan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Bosnia Alija Izetbegovic. Ketika itu, Alija sangat mengharapkan Pak Harto mengambil peranan aktif untuk mengatasi kemelut yang melanda negerinya.
Perjalanan yang penuh risiko ini dilakukan Pak Harto karena komitmennya yang kuat selaku Ketua GNB, agar bisa membantu terciptanya perdamaian di kawasan Balkan. Pak Harto berupaya keras menghentikan konflik bersenjata yang menewaskan rakyat sipil, khususnya pembantaian muslim Bosnia. Suryo Pranoto-Sahbudin Hamzah,Majalah Tokoh Indonesia No.24