Di tahun 90-an, Ronny Sianturi merupakan penyanyi yang banyak diidolakan anak-anak remaja. Bersama Edwin dan Yani, ia tergabung dalam grup vokal Trio Libels. Setelah sempat terjerumus dalam gaya hidup bebas selebriti, ia bangkit lalu hidup bagi Tuhan. Selain menyanyi, ia juga aktif di dunia presenter.
Penulis syair sekaligus penyanyi lagu-lagu balada ini digelari sebagai musisi tragedi karena salah satu karyanya yang berjudul Berita kepada Kawan sering dijadikan "theme song" berita bencana alam. Semua lagu yang dinyanyikannya adalah hasil karyanya sendiri.
Aktris film terkenal Lenny Marlina terlahir di Jalan Ciateul, Bandung, pada 19 Februari 1954. Nama Jalan Ciateul tempat kelahiran Lenny amat begitu disukainya sehingga dia pakai sebagai judul buku otobiografinya, "Si Lenny dari Ciateul" yang diluncurkan di Hotel Mulia, Senayan Jakarta persis pada tanggal 19 Februari 2004 lalu menandai genap usia paruh baya dia 50 tahun.
Dalam kurun waktu 1960-1970-an, suara merdunya sering diputar di radio termasuk radio swasta yang baru bertumbuhan di banyak kota. Rekaman pertamanya yang menghasilkan lagu Si Boncel digemari masyarakat. Ia kemudian berduet dengan Muchsin Alatas yang terkenal lewat lagu Halo Sayang, Dunia Belum Kiamat, Pertemuan Adam dan Hawa, dan Jangan Marah. Popularitasnya sebagai penyanyi menghantarkannya menjadi aktris film.
Ungkapan yang berbunyi, jangan terlalu membenci sesuatu karena suatu saat nanti malah mencintainya, nampaknya cukup menggambarkan perjalanan karir perempuan berdarah Batak-Manado ini di dunia presenter. Awalnya ia membenci profesi penyiar radio karena ia menganggap penyiar itu cerewet, seperti orang gila yang bicara dan ketawa sendiri. Belakangan, justru dunia penyiarlah yang membuat namanya banyak dikenal orang.
Lagu berirama bossas berjudul Kasmaran melambungkan namanya di dunia jazz pada era 90-an. Meski terhitung jarang mengeluarkan album, juara II Bintang Radio dan Televisi Tingkat Nasional (1989) ini masih aktif berkarya baik di depan layar ataupun di belakang layar.
Mengawali karir karena kebetulan ikut casting, perlahan tapi pasti Bunga Citra Lestari (BCL) berhasil memahat prestasi di dunia hiburan, baik di seni peran maupun tarik suara. Kini namanya tenar di Indonesia, bahkan hingga ke beberapa negeri jiran.
Musisi jazz berambut keriting ini menguasai hampir semua alat musik, dari keyboard, drum, gitar, saksofon, kecuali terompet. Kepiawaiannya memainkan "jurus-jurus" bergitar ala George Benson membuat ia dijuluki 'George Benson Indonesia'.
Ia mengawali kiprahnya di panggung hiburan lewat ajang pemilihan Miss Indonesia. Setelah gagal di kontes tersebut, ia memilih jalur dunia tarik suara. Meskipun banyak pihak memandang remeh kemampuan bernyanyinya dan menganggap dia hanya mengandalkan daya tarik lahiriahnya semata, namun dia tidak mau mundur. Kini dirinya benar-benar menceburkan diri di atas panggung, baik sebagai penyanyi maupun bintang film.
Bagi pencinta musik dangdut, Elvy Sukaesih adalah ratu. Mahkota "keratuan" Elvy tak ada yang meragukan, setidaknya menurut penggemarnya. Dengarlah, suara dengan "cengkok" yang khas dan aksi pentasnya yang menyihir banyak penonton. Elvy yang sudah manggung semenjak kelas 3 SD ini memiliki syarat sebagai "entertainer."
Di era tahun 90-an, ia bertahta sebagai artis nomor satu dan termahal di jagat hiburan Indonesia. Di tengah hadirnya bintang-bintang baru dan berwajah Indo, pelantun lagu Tenda Biru ini masih tetap eksis karena dianggap sebagai ikon kecantikan wajah Indonesia asli.
Musisi jazz berambut keriting ini menguasai hampir semua alat musik, dari keyboard, drum, gitar, saksofon, kecuali terompet. Kepiawaiannya memainkan "jurus-jurus" bergitar ala George Benson membuat ia dijuluki 'George Benson Indonesia'.
Aktris Chitra Dewi, yang bernama asli Roro Patma Dewi Tjitrohadikusumo kelahiran di Cirebon, 26 Januari 1934, meninggal dunia sekitar pukul 14.00, Selasa 28 Oktober 2008 di kediamannya Perumahan Puri Flamboyan, Rempoa, Tangerang, Banten. Jenazah aktris ternama yang terkenal lewat film Tiga Dara dimakamkan di Pemakaman Jabang Bayi, Cirebon, Rabu (29/10/2008).
Bagi pencinta musik dangdut, Elvy Sukaesih adalah ratu. Mahkota "keratuan" Elvy tak ada yang meragukan, setidaknya menurut penggemarnya. Dengarlah, suara dengan "cengkok" yang khas dan aksi pentasnya yang menyihir banyak penonton. Elvy yang sudah manggung semenjak kelas 3 SD ini memiliki syarat sebagai "entertainer."
Masih ingat dengan lagu Kalau Bulan Bisa Ngomong yang booming di tahun 90-an? Aransemen musiknya yang enak didengar serta liriknya yang sedikit menggelitik namun tetap romantis menjadikan lagu itu tak mudah terhapus di benak siapa pun yang pernah mendengarnya. Lagu bertema cinta namun tidak cengeng itu dibawakan penyanyi asal tanah pasundan, Doel Sumbang berkolaborasi dengan pedangdut Nini Karlina.Â
Kiprahnya sebagai sutradara film mulai mencuri perhatian publik di tahun 2004 saat membesut film romantis, Brownies. Setelah itu, sutradara terbaik pada Festival Film Indonesia 2005 ini semakin getol menelurkan karya-karyanya seperti Catatan Akhir Sekolah, Jomblo, Lentera Merah, Get Married, Ayat-ayat Cinta, Perempuan Berkalung Sorban hingga Sang Pencerah. Film-film yang dia sutradarai cukup beragam mulai dari film remaja, komedi romantis, drama reliji bahkan horor.
Walau bergelar sarjana sastra Jepang, perempuan cerdas dan kritis ini berhasil menjadi presenter handal dengan sejumlah prestasi. Ia mampu membawakan program berita di televisi terutama yang bertema politik menjadi menarik. Peraih Panasonic Award ini pernah menjadi pemimpin redaksi sebuah stasiun televisi dan mewawancarai pemimpin-pemimpin negara di dunia seperti George W Bush, Mahathir Muhammad, Lee Kuan Yew, dan Ahmadinejad.Â
Tanpa pendidikan formal di bidang musik, I Dewa Gede Budjana terkenal sebagai gitaris yang handal memainkan berbagai genre musik terutama rock dan jazz. Gitaris utama band Gigi ini sering menjadi produser, music scoring, aranjer, pembuat jingle, dan session guitarist bagi banyak kelompok dan rekaman album.
Debut layar lebarnya dimulai pada tahun 2006 saat membintangi film Berbagi Suami besutan sutradara Nia Dinata. Setelah itu, ikon merek sabun kecantikan ternama ini tampil dalam sejumlah film layar lebar yang semakin mengangkat namanya di dunia perfilman.
Pria kalem dan santun ini tenar sebagai penyanyi pop romantis di tahun 90-an. Bersama personil grup vokal Elfa's Singer asuhan komposer besar Elfa Secioria, pelantun lagu hits 'Selamanya Cinta' ini turut mengharumkan nama Indonesia di berbagai perlombaan dan festival musik dunia.
Kepiawaiannya berbicara membawa dia menjadi presenter, MC, eksekutif perusahaan, pengajar hingga penulis buku. Kegemilangannya sebagai presenter pernah diganjar penghargaan bergengsi Panasonic Award di tahun 1999 dan 2003.
Namanya menjadi populer saat memerankan tokoh Sarah dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan di tahun 90-an. Semenjak berkeluarga, aktris terbaik Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1992 ini lebih memilih mencemplungkan diri di dunia teater daripada berakting di layar kaca.
Masih ingat dengan lagu Kalau Bulan Bisa Ngomong yang booming di tahun 90-an? Aransemen musiknya yang enak didengar serta liriknya yang sedikit menggelitik namun tetap romantis menjadikan lagu itu tak mudah terhapus di benak siapa pun yang pernah mendengarnya. Lagu bertema cinta namun tidak cengeng itu dibawakan penyanyi asal tanah pasundan, Doel Sumbang berkolaborasi dengan pedangdut Nini Karlina.Â
Mama kembalilah padaku… itulah sebait lirik lagu berjudul Mama yang mempopulerkan namanya di tahun 70-an. Warna vokalnya yang berkarakter ditambah dengan kemampuannya menjangkau nada rendah dan tinggi membuat banyak lagu yang dibawakannya berhasil merajai puncak tangga lagu populer. Gaya rambut dan jenggot di dagunya juga banyak ditiru orang kala itu.Â
Pada periode tahun 70 hingga 90-an, Ahmad Albar sukses dengan grup musik legendarisnya, Goodbless dan Gong 2000. Suara khas rockernya ditambah dengan rambut kribonya sempat menjadi tren di kalangan anak muda. Ia menjadi satu-satunya penyanyi rock angkatan 1970-an yang masih "laku" dalam rekaman maupun panggung sampai saat ini.
Gayanya yang khas, lugas dan kritis saat menjadi presenter berita di stasiun televisi SCTV melambungkan namanya. Peraih dua gelar master dari universitas di Inggris ini kemudian mundur dari dunia pertelevisian karena ingin mengembangkan usahanya sendiri. Namun pada tahun 2010, ia pulang kandang ke dunia yang membesarkan namanya dengan memandu talkshow bertajuk Satu Jam Lebih Dekat yang disiarkan TV One.Â
Meski telah tiada, nama Gombloh sebagai penyanyi dan pencipta lagu masih tetap dikenang. Karya-karyanya pun masih kerap dibawakan hingga saat ini. Tema lagu-lagu ciptaannya hampir menyentuh semua aspek kehidupan mulai dari cerita rakyat kecil, romantika cinta, kelestarian alam, hingga cinta Tanah Air.